Beranda | Artikel
Haruskah Masjid Berupa Wakaf?
Selasa, 20 Juni 2017

Terdapat pendapat bahwa masjid itu harus harta wakaf, jika bukan harta wakaf maka bukan dinamakan masjid tetapi berlaku hukum mushalla, sehingga tidak berlaku hukum masjid pada masjid yang bukan harta wakaf seperti tidak sah i’tikaf di masjid tersebut, tidak perlu shalat tahiyatul masjid, boleh jual-beli dan lain-lainnya.[1]

Beberapa ulama mendefinisikan masjid harus berupa harta wakaf, semisal Syaikh Abdul Aziz Ar Rajihi menjelaskan:
ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ : ﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺼﻠﻰ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺼﻠﻮﺍﺕ ﺍﻟﺨﻤﺲ، ﻭﻣﺒﻨﻲ ﺑﻨﺎﺀ ﻣﻌﺪﺍً ﻭﻣﻮﻗﻮﻓﺎً
“Masjid adalah yang didirikan shalat lima waktu (berjamaah) di dalamnya, dibangun di atas lahan yang permanen dan berupa wakaf.”[2]
Akan tetapi kita perlu perhatikan maksud “wakaf” di sini, beberapa ulama menjelaskan “masjid yang dibangun dengan niat apapun, maka otomatis sudah termasuk wakaf, berdasarkan ‘urf/adat kebiasaan bahwa masjid itu sudah berupa wakaf”.
Perhatikan poin berikut:
1. Masjid itu pasti wakaf, tidak ada masjid yang bukan wakaf
Dalam kitab hasyiyah As-Syarwani dijelaskan,
والأصح وإن نازع فيه الأسنوى وغيره أن قوله جعلت البقعة مسجدا من غير نية صريح فحيئد تصير به مسجدا وإن بات بلفظ مما مر لأن المسجد لايكون إلا وقفا.
“Menurut pendapat yang lebih shahih, meskipun imam  Asnawi dan yang lain tidak menyetujuinya, bahwa perkataan seseorang:  “Saya jadikan tempat ini menjadi masjid”  dengan tanpa niat yang sharih/tegas sebagai wakaf, maka tempat itu telah menjadi masjid. Meskipun dengan lafadz-lafadz yang telah tersebut diatas, karena masjid itu pasti berupa wakaf (artinya tidak ada masjid yang bukan wakaf).”[3]
2. Tanda wakaf masjid itu berdasarkan ‘urf/adat kebiasaan. Jika sudah mengizinkan orang untuk shalat di masjid itu maka itu sudah termasuk wakaf
Ibnu Qudamah berkata,
ﻭﻳﺼﺢ ﺍﻟﻮﻗﻒ ﺑﺎﻟﻘﻮﻝ ﻭﺍﻟﻔﻌﻞ ﺍﻟﺪﺍﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﺜﻞ ﺃﻥ ﻳﺒﻨﻲ ﻣﺴﺠﺪﺍ ﻭﻳﺄﺫﻥ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﻴﻪ ، ﺃﻭ ﻣﻘﺒﺮﺓ ﻭﻳﺄﺫﻥ ﻟﻬﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻓﻦ ﻓﻴﻬﺎ ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﻌﺮﻑ ﺟﺎﺭ ﺑﻪ
“Wakaf itu teranggap sah baik dengan perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan terjadinya wakaf, misalnya membangun masjid kemudian mengizinkan orang untuk shalat di dalamnya atau membangun tempat perkuburan dan mengizinkan manusia menguburkan di dalamnya, karena ‘urf/adat kebiasaan berlaku dalam masalah wakaf ini.”[4]

3. Jika berniat bangun masjid tentu niatnya masjid tersebut akan dipakai seterusnya (jika sementara, bisa jadi namanya mushalla saja, misalnya mushalla kantor jika kantor tidak ada maka mushalla juga tidak ada)
Pendapat ini yang disetujui oleh Syaikh  Al-‘Utsaimin beliau membawakan pendapat syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,
ـ أنها تكون وقفاً ولو نوى خلافه؛ لأن هذه النية تخالف الواقع؛ لأن من جعل أرضه مسجداً فإنه معلوم أن المسجد سوف يبقى، فكيف تنوي أن لا يبقى؟!
“(Masjid) tersebut teranggap wakaf walaupun ia berniat sebaliknya, karena niat ini tidak sesuai dengan realita kenyataan. Orang yang membangun masjid, maka sudah    maklum bahwa bangunan akan tetap seterusnya, bagaimana mungkin ia berniat masjid tidak akan tetap?.”[5]
KESIMPULAN: Semua masjid otomatis adalah wakaf, tidak ada masjid yang bukan wakaf
@Yogyakarta Tercinta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com

Catatan kaki:
[1] Silahkan baca tulisan kami beda masjid dengan mushalla:

Perbedaan Masjid dan Mushalla


[2] Fatawa Munawwa’ah Syaikh Abdul Aziz Ar Rajihi  9/16
[3] Hasyiyah As-Syarwani Juz 6 Hal 251
[4] Al-Kaafi 2/250
[5] Kitab Wakaf syaikh Utsaimin


Artikel asli: https://muslimafiyah.com/haruskah-masjid-berupa-wakaf.html